Oke, sebelum membaca saya beritahukan bahwasanya saya hanya menuliskan apa yang lewat di pikiran saya saja, bukan bermaksud menggurui. Kalaupun terkesan sok tahu, ya anggaplah saya memang begitu orangnya. Dengan kata lain, ini semua adalah curhat. Oke? Deal ya.
Si Ai sudah hampir 3 tahun setengah usianya dan semua orang tanya,”sudah sekolah belum?”. Yang jawabannya tentu saja belum dong. Belakangan juga saya mulai kulik-kulik sebuah grup soal pre-school di facebook. Ya isinya soal gimana anak usia balita dan pendidikan yang (akan) dienyam lah kurang lebih.
Terus terang saya dan mas suami masih bi to the ngung soal masalah PAUD Ai. Bingung lah, secara kami berdua ini baru 3,5 tahun jadi orang tua. Masih lebih seneng ngajakin Ai jalan-jalan makan-makan piknik daripada mikirin soal sekolah. Ehehe, gak ding, kalo yang itu mungkin saya aja, mas suami sih kayanya gak gitu, hihihi.
Beberapa kali Ai saya ikutkan trial di lembaga pendidikan anak usia dini dekat lingkungan tempat kami tinggal. Dia enjoy, senang, dan bisa mengikuti. Lalu apa ya yang bikin kami belum juga memasukkan Ai sekolah? Ini berdasarkan pengalaman pribadi SAYA sih, saya takut aja gitu kalo nanti Ai bosen sekolah. Fyi, saya sendiri masuk sekolah saat itu pada umur 3,5 tahun. Dan ikut TK A, jaman segitu itu belum umum adanya playgroup lah ya. Menurut penuturan ibu saya, perlu waktu 1 bulan untuk saya mau berada di dalam kelas sendiri. Iya, jadi selama kurang lebih 1 bulan itu saya mengharuskan ibu saya berada dekat-dekat saya, menunggui dari bel masuk sampai selesai sekolah. Capek gak itu??? Maaf ya bu uhuk uhuk.
Dari cerita itu, saya yang sekarang sudah jadi ibu jadi bisa berpikir lagi. Oke kita gak bisa menyamakan semua anak ya. Cuma saya berpikir, apa iya waktu itu saya SEBENARNYA belum siap secara mental untuk berpisah dengan ibu, atau orang terdekat. Ketika akhirnya saya mengambil kuliah jurusan psikologi lah saya akhirnya tahu saya mengalami separation anxiety. Artinya tingkat kecemasan saya bertambah dan bertambah dan bertambah setiap kali saya jauh dari orang-orang terdekat (dalam hal ini: orang tua) dan ini efeknya gak bagus juga. Yang saya tahu dan alami, anak akan sulit mengembangkan rasa percaya diri dan percaya pada lingkungannya. Gak pedean dan pencemas. Sounds horrible? Oh well, YES IT IS.
Idealnya begini: ketika anak merasa aman dengan dirinya, dia juga akan merasa aman terhadap lingkungannya. Ketika rasa aman sudah terbentuk, rasa percaya pada diri sendiri juga akan ada, otomatis dia akan percaya pada lingkungannya. Yang diharapkan, ketika aman dan percaya diri ini sudah ada, anak akan bisa bereksplorasi secara makasimal. Itu kondisi ideal yang saya yakin semua orang tua inginkan. Realitanya itulah yang beragam. Akhirnya saya lebih memilih untuk menunggu saja. Menunggu Ai memang ingin dan mau dengan sendirinya sekolah. Dengan pelatihan ofkos yah, pengenalannya bertahap. Lama, ya. Tapi paling tidak saya tahu anak merasa aman. Dan rasa aman itu yang sedang pelan-pelan saya tanamkan, semoga sih berhasil.
Doakan saya!!!
Cheers 😀