“Dia memilih untuk hadir dengan caranya sendiri.”
Senin, 19 November 2018, dini hari aku terbangun dengan rasa basah yang tidak biasa. Ngompol kah aku?
Melirik jam, masih pukul 02.00. Beranjak ke kamar mandi, buang air kecil, tapi kenapa setelah itu masih ada yang keluar tidak terkontrol? Apa sih ini?
Sambil kuamati cairan yang merembes keluar, sambil sadar pula aku, ini air ketubanku! Ketubanku pecah!
Sambil terus bergerak, aku ambil tas berisi persiapan kalau sewaktu-waktu aku harus ke RS untuk melahirkan. Pelan-pelan kubangunkan Mas Suami, “Mas, kayaknya ketubanku rembes,” ujarku. Mas suami tentu saja langsung kaget dan tanya, “kamu mau ke rumah sakit?”
“Iya,” ujarku.
Jadilah, tiba-tiba kami sudah di dalam mobil meluncur ke RS. Kami semua, termasuk Yangti dan Mbak Ai. Dan tiba-tiba kami sampai di ruang IGD RS, jam 3 dini hari.
Masuk dan cek sana-sini, pembukaan masih 1 dan memang belum ada kontraksi sama sekali. Tapi memang ketuban pecah dini adalah suatu kondisi yang tidak bisa disepelekan, sangat perlu penanganan medis dan dengan begitu saya sudah tidak boleh banyak bergerak kecuali ke kamar mandi.
Dari hasil pelaporan ke dokter saya dinyatakan harus diobservasi kurang lebih 8 jam. Setelah 8 jam dan periksa dalam, memang tidak ada pembukaan lanjut. Saya disarankan untuk diinduksi untuk meneruskan proses persalinan, dan oke, akhirnya jam 10 saya diberi sebuah obat kecil yang katanya berfungsi untuk melunakkan jalan lahir dan membantu datangnya kontraksi untuk menambah pembukaan.
Bismillah, semoga prosesnya cepat, pikir saya waktu itu. Jadi saya hanya bisa menunggu dalam posisi tidur.
Nyatanya, ternyata sampai Senin malam, pembukaan masih mandeg disitu saja. Diputuskanlah, besok pagi saya akan dipacu via infus, istirahatlah saya untuk sisa malam itu.
Selasa pagi, sekitar pukul 7 atau setengah 8, masuklah selang infus ke tangan. Dan memang setelah itu, ada rasa sakit seperti kontraksi yang pelan-pelan datang menyapa. Well… inilah yang ditunggu dari kemarin.
Sampai akhirnya menjelang Ashar, bidan yang bertugas kembali melakukan periksa dalam dan menyatakan saya sudah pembukaan 4. Masuklah saya ke ruang bersalin.
Takut?
Jelas, pasti rasa hati tak menentu, ditambah gelombang kontraksi yang makin intens. Sungguh kumerasa sudah gak karu-karuan 😂 Walaupun sudah pernah melahirkan sebelumnya, entah kenapa kontraksi yang ini rasanya sepertinya lebih intens dan tanpa jeda.
Sambil terus berusaha mengingat teori yang didapat dari senam hamil selama ini, sambil saya tekankan kuat-kuat dalam hati berkali-kali bahwa “rasa sakit ini bagus, dan sakit ini yang akan mengantarkan aku bertemu anakku”
Inhale, exhale… Tarik nafas dalam, embuskan… Terus seperti itu, sampai akhirnya proses persalinan aktif dimulai dan akhirnya diapun menyapa.
3750 gram, 50 cm.
Selasa, 20 November 2018, 18:33 WIB
Aya.
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah…
Cuma alhamdulillah yang bisa saya ucapkan. Sangat bersyukur masih diizinkan melewati proses persalinan secara normal, diberi sehat dan selamat.
Sangat bersyukur punya Mas Suami yang bisa menemani dan menjadi tempat bersakit-sakit kala kontraksi menyapa. Punya seseorang yang menemani itu sungguh menguatkan.
Alhamdulillah ada orang tua yang selalu memberi dukungan. Kedua Ibuku yang selalu ada. Dikelilingi keluarga. Alhamdulillah.
Yang saya sesalkan, saya lupa pamit pada Mbak Ai ketika sudah waktunya masuk ruang bersalin 😢 Walaupun setelah adiknya lahir, alhamdulillah dia bisa langsung menyapa adiknya.
Terima kasih Mbak Ai, lewat kamu Mamap bisa merasakan melahirkan normal dan alami, langsung begadangan, susahnya menyusui, dan banyak hal lain yang dirasakan orang tua baru.
Dan terima kasih Aya, sudah hadir melengkapi Mamap, Papap, dan Mbak Ai. Mengijinkan Mamap dan Papap melewati pengalaman serupa tapi tak sama dengan 7 tahun lalu ketika Mbak Ai hadir.
Insyaallah kita diberikan kesehatan dan keselamatan, dan juga kesempatan untuk merangkai bahagia kita.
❤